• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNSUR KEBUDAYAAN DALAM ANIME BERJUDUL SEN TO CHIHIRO NO KAMIKAKUSHI KARYA MIYAZAKI HAYAO 宮崎駿の『千と千尋の神隠し』のアニメにおける文化要素 - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UNSUR KEBUDAYAAN DALAM ANIME BERJUDUL SEN TO CHIHIRO NO KAMIKAKUSHI KARYA MIYAZAKI HAYAO 宮崎駿の『千と千尋の神隠し』のアニメにおける文化要素 - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

UNSUR KEBUDAYAAN DALAM ANIME BERJUDUL SEN TO

CHIHIRO NO KAMIKAKUSHI KARYA MIYAZAKI HAYAO

宮崎駿 千 千尋 神隠 文化要素

Skripsi

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Ujian Sarjana Program Strata 1 Humaniora dalam Ilmu Bahasa dan Sastra Jepang

Oleh: Yeni Rohmawati NIM 13050110130036

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

(2)

ii

UNSUR KEBUDAYAAN DALAM ANIME BERJUDUL SEN TO

CHIHIRO NO KAMIKAKUSHI KARYA MIYAZAKI HAYAO

HALAMAN JUDUL

宮崎駿 千 千尋 神隠 文化要素

Skripsi

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Ujian Sarjana Program Strata 1 Humaniora dalam Ilmu Bahasa dan Sastra Jepang

Oleh: Yeni Rohmawati NIM 13050110130036

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

(3)

iii

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan sebenarnya, penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun tanpa

mengambil bahan hasil penelitian baik untuk memperoleh suatu gelar sarjana atau

diploma yang sudah ada di universitas lain maupun hasil penelitian lainnnya.

Penulis juga menyatakan bahwa skripsi ini tidak mengambil bahan dari publikasi

atau tulisan orang lain kecuali yang sudah disebutkan dalam rujukan dan dalam

Daftar Pustaka. Penulis bersedia menerima sanksi jika terbukti melakukan

plagiasi/ penjiplakan.

Semarang, 2017

Penulis

(4)

iv

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PERSETUJUAN

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(5)

v

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Unsur Kebudayaan dalam Anime Berjudul Sen to Chihiro

no Kamikakushi Karya Miyazaki Hayao” ditulis oleh Yeni Rohmawati telah

diterima dan disahkan oleh panitia ujian skripsi program Strata-1 Program Studi

Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.

Hari :

Tanggal:

Panitia Ujian Skripsi

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

HALAMAN PENGESAHAN

Ketua

Drs. M.Hermintoyo, M.Pd. _____________

196103141988031001

Anggota I

Fajria Noviana, S.S., M.Hum. _____________

197301072014092001

Anggota II

Arsi Widiandari, S.S., M.Si. _____________ 198606110115092089

Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Diponegoro

(6)

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

اًرْسي رْسعْلا عم َنإف

“Karena sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”(QS. Al Insyirah: 5)

“Penting bagimu untuk menerima bahwa kau kalah. Jika tidak dapat melakukan

itu, sulit bagimu untuk bangkit setelah kau terjatuh, dan lebih mustahil lagi

bagimu untuk bergerak maju dan melanjutkan hidup. Jadi, teruslah maju dan

bersedihlah hanya di dalam lubuk hatimu. Tapi setelah kau selesai bersedih, kau

harus dapat bangkit dan berlari lagi.” (Kang Oh Hyuk –Dream High-)

“Saat kau tidak berkata jujur, rasa sakit yang kau rasakan akan menjadi jawaban.”

(Master Sun)

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

Ibu dan Bapak tercinta

(7)

vii PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT atas limpahan nikmat, karunia serta hidayahNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis

mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Drs. Redyanto Noor M.Hum, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Diponegoro;

2. Elizabeth Ika Hesti Aprilia Nindia Rini, S.S., M.Hum, selaku Ketua

Jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro;

3. Yuliani Rahmah, S.Pd, M.Hum, selaku dosen wali;

4. Drs. M.Hermintoyo, M.Pd, selaku dosen pembimbing I dan Fajria Noviana,

S.S, M.Hum, selaku dosen pembimbing II;

5. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Diponegoro;

6. Bapak Rochimin, Ibu Suwaebah dan kakakku Istinganatu Rofi’ah yang

selalu sabar memberi semangat, motivasi dan doa tiada henti;

7. Para Murobbiah yang selalu memotivasi, Mba Yucha, Mba Siska, Ibu

Maya, Ibu Iis, Mba Ima, I love you forever;

8. Kakak-kakakku yang inspiratif Mba Lovita Marcheila, Mba Dwi Ana,

Mba Ita, Mba Maryam, Teh Yolland, Teh Ade, Arina, Mba Aisy;

9. Almh. Teh Maya, semoga Allah menerima amal kebaikanmu dan

(8)

viii

10.Penghuni wisma -Aisyah, Kamila, Syafiyyah, Khadijah- Faw, Pipitos,

Noor, Limeng, Nita, Astna, I miss you all;

11.Geng Mentoring, Halimah, Nita, Dwi, Luki, Astna yang membuat penulis

selalu di dalam lingkaran kebaikan;

12.Ulluwul Himmah Bu Maya, Asti, Yuniva, Astri, Arti, Limeng, Dwi,

Mudah, Fera;

13.Adik-adikku Septi, Yurika, Nunung, Amal, Yulis, Riri, Via, Nurna, Qoqon,

Glory, Danisa, Tata, Ayu, Miza, Sofi, Ana, Ulfa, Madinah, Icha, Fatma,

Mira, Mir’ah, Aniek, Nilna, Aruni, dkk;

14.Squad KAMMI Semarang 2012-2014, especially BPH, Pak Barri, Akh

Dhika, Mba Tami, Mba Dibaj, Mba Dwi, Mba Iin, Mba Ummu, Mas

Andri, Akh Eka, Mas Reza, dkk;

15.Kawan-kawan KMMS dan Kharisma yang selalu dalam lingkaran

kebaikan;

16.Para sahabat seperjuangan Sastra Jepang 2010;

17.Kouhai yang superb amazing, Firas, Diana, Nisfah, Rena, Yeni, Ratri;

Sebagai manusia biasa, dengan segala kerendahan hati dan keterbatasan,

penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurnadan terdapat banyak

kekurangan. Karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca

guna perbaikan pada waktu yang akan datang.

Semarang, 2017

(9)

ix

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.5 Metode Penelitian ... 6

1.6 Manfaat Penelitian ... 7

1.7 Sistematika Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI ... 9

2.1 Tinjauan Pustaka ... 9

2.2 Kerangka Teori... 11

2.2.1 Pengertian Kebudayaan ... 11

2.2.2 Unsur-unsur Kebudayaan ... 13

2.2.2.1 Sistem Sosial ... 13

2.2.2.2 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi ... 16

2.2.2.3 Sistem Mata Pencaharian Hidup ... 18

2.2.2.4 Religi ... 19

2.2.2.5 Bahasa ... 23

(10)

x

2.2.2.7 Kesenian... 25

2.2.3 Mitologi Jepang ... 28

2.2.4 Pengertian Anime ... 29

2.2.5 Sinopsis Anime Sen to Chihiro no Kamikakushi ... 30

BAB III UNSUR KEBUDAYAAN DALAM ANIME BERJUDUL SEN TO CHIHIRO NO KAMIKAKUSHI KARYA MIYAZAKI HAYAO ... 10

3.1 Sistem Sosial ... 10

3.2 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi ... 40

3.2.1 Alat-alat Produktif ... 40

3.2.2 Wadah ... 44

3.2.3 Alat Menyalakan Api ... 45

3.2.4 Makanan dan Obat-obatan ... 46

3.2.5 Pakaian ... 56

3.2.6 Tempat Tinggal ... 58

3.2.7 Transportasi ... 65

3.3 Sistem Mata Pencaharian ... 69

(11)

xi

ABSTRACT

Rohmawati, Yeni, 2017. “Cultural Elements in anime entitled Sen to Chihiro no Kamikakushi created by Miyazaki Hayao”. A Thesis of Japanese Literature Departement, Faculty of Humanity, Diponegoro University, Semarang. First

Sepervisor Drs.M.Hermintoyo,M.Pd. Second Supervisor Fajria Noviana,

S.S.,M.Hum.

The purpose of this research is to analyze and to understand some cultural

elements and mythology of Japanese culture presented in anime titled Sen to

Chihiro no Kamikakushi created by Miyazaki Hayao. Qualitative method is

applied as data source is collected by literature study. The theory applied in the

analysis in this research is theory of culture with approach on cultural elements.

The approach on cultural elements is used to analyze Japanese cultural elements

that appear in this anime, such as social system, live equipment system and

technology, livelihood system, religion, and art. The result show that Japanese

traditional cultural elements related closely to the whole storyline in the anime.

(12)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budaya merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia

karena tidak ada budaya tanpa masyarakat, begitu pula sebaliknya, tidak ada

masyarakat tanpa budaya (Koentjaraningrat, 1983:75). Budaya selalu dibedakan

dengan kebudayaan. Situmorang menjelaskan bahwa kebudayaan merupakan

sesuatu yang bersifat konkret contohnya kebudayaan Jepang berupa chanoyu,

ikebana, dan kimono. Sedangkan budaya adalah sesuatu yang semiotik, tidak

terlalu terlihat dan bersifat laten seperti budaya malu, budaya berkelompok

maupun budaya senioritas (2009:2). Sedangkan Jenks (2013:10) berpendapat

bahwa kebudayaan adalah sebuah teori yang deskriptif dan konkret, kebudayaan

sebagai sekumpulan besar karya seni dan karya intelektual dalam suatu

masyarakat tertentu.

Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia, baik dalam bidang

teknologi maupun kebudayaan. Kebudayaan Jepang dipengaruhi oleh karakteristik

geografis negaranya serta mempunyai pengaruh timbal balik dengan karakteristik

masyarakatnya. Bangsa Jepang juga dikenal konservatif, selalu berusaha

memelihara dan meneruskan nilai-nilainya sendiri. Namun, ada kecenderungan

bangsa Jepang mempunyai naluri yang kuat untuk menjamin kelangsungan

hidupnya. Karena itu, mereka didorong untuk menerima bahkan mengambil

(13)

hidupnya tanpa mengurangi nilai-nilai kebudayaan dan kepribadian sendiri

(Beasley, 2003:25).

Pada kehidupan masyarakat Jepang saat ini, modernisasi Jepang dipengaruhi

oleh budaya Barat. Salah satunya dalam bidang teknologi yang tidak lepas dari

pengaruh ilmu pengetahuan barat. Teknologi Jepang berkembang seiring

masuknya budaya barat yang berawal pada era-Meiji (Beasley, 2003:127). Jepang

mempelajari dan mengembangkan teknologi ala barat, namun tetap memegang

teguh tradisi dan budaya sendiri.

Di era serba canggih saat ini, banyak ditawarkan kemudahan yang dapat

membantu kerja dan keinginan manusia. Salah satu kemudahan tersebut dapat

diperoleh dari teknologi media digital. Dalam perkembangannya, media digital

mampu memberikan fungsi hiburan bagi penggunanya. Berbagai hiburan dapat

diakses melalui media digital berupa televisi dan layanan akses internet melalui

laptop, dan media lain. Melalui media tersebut, disajikan tayangan-tayangan

populer, seperti musik, drama, film, termasuk anime Jepang.

Menurut Seawright dalam Mahakam (2007:1), Anime merupakan kumpulan

gambar bergerak yang dapat dinikmati secara visual dan audio. Anime merupakan

kata serapan dari bahasa Inggris, yaitu animation yang diucapkan oleh orang

Jepang menjadi animesyon yang dalam katakana ditulis sebagai ョン.

Untuk mempermudah pengucapan, orang Jepang menyingkat kata tersebut

menjadi anime.

Sebagai bentuk budaya populer Jepang yang telah banyak dikenal masyarakat

(14)

media hiburan semata, namun juga sebagai sebuah fenomena global. Di Jepang

sendiri, anime merujuk pada semua jenis film animasi tanpa mengindahkan dari

mana animasi itu berasal. Namun di luar Jepang, kata anime lebih sering

diasosiasikan secara spesifik dengan animasi Jepang (Budianto, 2015:179).

Anime diproduksi dalam berbagai bentuk, mulai dari serial televisi sampai

film bioskop. Berbeda dengan animasi barat yang banyak mengambil tema

superhero, anime Jepang memiliki genre yang sangat beragam, mulai dari yang

bertema fantasi, horor, sampai sains, dari anime untuk anak-anak sampai anime

untuk orang dewasa.

Anime merupakan hiburan yang sangat diminati, saat ini kepopuleran anime

sudah menyebar ke berbagai negara termasuk Indonesia. Anime mampu menarik

perhatian penonton karena tidak melulu bertema tentang superhero atau putri dan

pangeran berkuda putih, anime memiliki alur cerita dan penggambaran tokoh

yang lebih beragam. Salah satu anime yang menarik dan mendapat pengakuan

berupa penghargaan internasional adalah Sen to Chihiro no Kamikakushi atau

dalam judul internasionalnya disebut sebagai Spirited Away karya Miyazaki

Hayao (Sulistya, 2015:1).

Sen to Chihiro no Kamikakushi menceritakan tentang seorang gadis berusia

sepuluh tahun bernama Ogino Chihiro yang pindah ke kota lain bersama kedua

orangtuanya. Dalam perjalanan ke rumah barunya, ayah Chihiro mengambil jalan

pintas yang berujung pada sebuah bangunan tua. Orang tua Chihiro penasaran dan

masuk ke bangunan tersebut. Chihiro ragu-ragu mengikuti orang tuanya. Kedua

(15)

telah ditinggalkan, yang ternyata sebenarnya adalah perbatasan antara dunia

manusia dan dunia Kami. Chihiro terjebak di dunia Kami ini,sedangkan orangtua

Chihiro berubah menjadi babi setelah memakan makanan tanpa ijin di dunia

tersebut. Agar dapat bertahan hidup di dunia Kami dan menyelamatkan kedua

orang tuanya, Chihiro harus bekerja di pemandian umum milik seorang penyihir

bernama Yubāba.

Dalam usahanya, Chihiro dibantu oleh seorang anak laki-laki bernama Haku.

Selain itu, Chihiro juga dibantu teman-teman lain termasuk Kamajī, Rin,

Kaonashi, dan Zeniba. Pada akhirnya Chihiro dapat menyelamatkan orangtuanya

dan kembali ke dunia manusia.

Di samping menampilkan kebudayaan tradisional Jepang, anime ini sarat akan

mitologi Jepang yang dikemas dalam cerita yang menarik. Anime ini banyak

memunculkan hal-hal supranatural, seperti kemunculan dunia Kami, dewa-dewa

atau Kami yang mengunjungi pemandian umum Yubāba, dan makhluk-makhluk

dengan penampilan aneh. Beasley menjelaskan,

”Mitologi Jepang sendiri hampir seluruhnya dipengaruhi ajaran-ajaran Shinto yang bersumber dari Kojiki dan Nihonshoki. Kojiki merupakan buku sejarah Jepang yang selesai ditulis pada tahun 712. Sedangkan Nihonshoki merupakan buku sejarah resmi Jepang yang selesai ditulis pada tahun 720. Kedua buku tersebut berisi berbagai catatan peristiwa, mulai dari mitos dan sejarah terciptanya langit dan bumi, terciptanya pulau pulau di Jepang, serta awal mula kemunculan leluhur kaisar-kaisar Jepang” (2003:2).

Shinto merupakan kepercayaan asli Jepang yang meyakini adanya berbagai

macam Kami, sebutan untuk para dewa-dewi. Mitologi Shinto sangat berpengaruh

dalam kehidupan masyarakat Jepang hingga saat ini, termasuk dalam cerita anime

(16)

mitologi Shinto dengan ide ceritanya sendiri sehingga menghasilkan cerita yang

menarik dengan karakter-karakter yang khas.

Ketertarikan penulis terhadap anime dan kebudayaan Jepang, membuat

penulis ingin meneliti tentang unsur kebudayaan Jepang pada anime Sen to

Chihiro no Kamikakushi karya Miyazaki Hayao. Anime ini dipilih karena kuatnya

unsur kebudayaan Jepang di dalamnya. Oleh karena itu, penulis mengambil judul

“Unsur Kebudayaan dalam Anime Berjudul Sen to Chihiro no Kamikakushi Karya

Miyazaki Hayao”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, permasalahan yang akan penulis

teliti adalah unsur-unsur kebudayaan yang berkaitan erat dengan mitologi dan

budaya tradisional masyarakat Jepang yang terdapat dalam anime Sen to Chihiro

no Kamikakushi karya Miyazaki Hayao.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan penelitian ini adalah untuk menjelaskan unsur-unsur

kebudayaan tradisional dan mitologi Jepang dalam anime Sen to Chihiro no

Kamikakushi karya Miyazaki Hayao.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai judul yang akan diangkat dalam penelitian ini yaitu “Unsur Kebudayaan

(17)

maka ruang lingkup pembahasan pada penelitian ini akan difokuskan pada

unsur-unsur kebudayaan yang berkaitan dengan mitologi dan budaya tradisional Jepang

yang meliputi, sistem sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata

pencaharian, religi, bahasa, sistem pengetahuan, dan kesenian yang terdapat dalam

anime Sen to Chihiro no Kamikakushi.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan prosedur dan langkah kerja yang digunakan dalam

penelitian mulai dari perencanaan, pengumpulan data, dan pengambilan

kesimpulan, disesuaikan dengan berdasarkan pada tipe dan jenis penelitiannya.

(Sutedi, 2007:22). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif dengan teknik deskriptif analisis mencakup 3 tahapan, sebagai berikut:

1.1.1 Metode Pemerolehan Data

Metode pemerolehan data menggunakan metode simak catat. Adapun sumber data

utama ialah animasi Sen to Chihiro no Kamikakushi. Langkah-langkah

pemerolehan data diawali dengan mencari animasi tersebut dan data-data

pendukung. Kemudian anime disimak berulang-ulang dan ditentukan data yang

akan diambil kemudian dianalisis menggunakan aspek-aspek kebudayaan yang

berkaitan erat dengan kebudayaan tradisional Jepang.

1.1.2 Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis dengan pendekatan unsur kebudayaan

meliputi unsur kebudayaan yang berhubungan dengan mitologi dan tradisi

(18)

sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi,

bahasa, sistem pengetahuan, dan kesenian.

1.1.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penyajian data ini adalah deskripsi kualitatif.

Metode deskriptif kualitatif digunakan dalam upaya mendeskripsikan, mencatat,

menganalisis, dan menafsirkan data yang sudah ada.

Penelitian ini disajikan secara kualitatif untuk mendeskripsikan dan

menganalisis, dengan penyampaian berupa kata-kata verbal.

1.6 Manfaat Penelitian

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca

tentang unsur-unsur kebudayaan yang terdapat dalam anime Sen to Chihiro no

Kamikakushi karya Miyazaki Hayao.

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi

pembaca yang ingin mempelajari budaya Jepang serta menjadi bahan

pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.

1.7 Sistematika Penulisan

untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi, maka penulisan skripsi ini

disusun secara sistematis dalam empat bab yang disusun berurutan, yaitu:

Bab I merupakan pendahuluan, yang berisi latar belakang, rumusan masalah,

ruang lingkup permasalahan, tujuan penelitian, metodelogi penelitian, manfaat

(19)

Bab II merupakan tinjauan pustaka yang berisi penelitian sebelumnya dan

kerangka teori.

Bab III merupakan pemaparan hasil dan pembahasan dari analisis unsur-unsur

kebudayaan dalam anime berjudul Sen to Chihiro no Kamikakushi karya Miyazaki

Hayao.

Bab IV merupakan simpulan hasil dari analisis yang dibahas di bab

(20)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Penelitian terdahulu dengan objek anime Sen to Chihiro no Kamikakushi pernah

dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara yaitu

Alida Renita Mahakam dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Simbol dan

Pemikiran Shinto dalam Anime Sen to Chihiro no Kamikakushi Karya Miyazaki

Hayao” (2007). Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk memahami lebih

dalam unsur-unsur Shinto yang berupa simbol-simbol dan pemikiran dalam anime

tersebut. Untuk menganalisis, data-data dalam skripsi ini diperoleh dari

buku-buku dan internet. Dari data-data yang diperoleh, dapat dibandingkan antara fakta

dengan simbol-simbol Shinto dalam anime. Dari hasil perbandingan tersebut,

dapat disimpulkan bahwa simbol-simbol Shinto dalam anime, sesuai dengan

simbol-simbol Shinto yang sebenarnya.

Penelitian kedua dengan judul “Kritik Sosial dalam Anime Sen to Chihiro no

Kamikakushi Karya Hayao Miyazaki” (2013) oleh Ria Aditya Resphaty,

mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya. Untuk menganalisis

anime dalam skripsi ini, digunakan pendekatan sosiologi sastra dan teori kritik

sosial. Dengan menggunakan kajian kritik sosial, penelitian ini akan menjelaskan

kritik sosial yang ada dalam anime Sen to Chihiro no Kamikakushi karya

Miyazaki Hayao secara deskriptif melalui potongan gambar dan teks dialog. Hasil

(21)

konsumtif, efek negatif yang diakibatkan oleh kapitalisme, dan hilangnya

identitas individu. Anime ini tidak hanya memberi kritik, tetapi juga menunjukkan

solusi terhadap permasalahan tersebut, sehingga anime bukan sekedar hiburan

tetapi juga merupakan media untuk menyampaikan kritik kepada masyarakat.

Penelitian ketiga berjudul “Analisis Perspektif Konsumerisme dalam Anime

Sen to Chihiro no Kamikaskushi Karya Hayao Miyazaki” (2014) oleh Queen

Nobelia, mahasiswa Jurusan Sastra Jepang Fakultas Humaniora Universitas Bina

Nusantara. Dalam skripsi ini, disebutkan bahwa anime dapat menjadi sarana

hiburan untuk para penontonnya, sekaligus bisa menjadi sarana pembelajaran

mengenai keadaan dan permasalahan masyarakat yang sedang terjadi. Anime Sen

to Chihiro no Kamikakushi merupakan salah satu anime karya Miyazaki Hayao

yang berlatar belakang keadaan masyarakat Jepang pasca hancurnya gelembung

ekonomi. Penulis dalam skripsi ini melihat adaya sikap konsumtif yang cenderung

ke budaya konsumerisme dalam beberapa cuplikan anime tersebut pada beberapa

situasi dan tokoh. Oleh sebab itu, tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk

menganalisis bentuk konsumerisme dalam anime tersebut. Skripsi ini

menggunakan metode pendekatan kualitatif. Sedangkan metode pengumpulan

data menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari jurnal dan referensi

terkait dan mencari data pendukung lainnya melalui video wawancara Miyazaki

Hayao dan video dokumenter yang berkaitan dengan penilitan ini. Kemudian

digunakan metode deskriptif untuk menganalisis. Pada penelitian ini, diperoleh

adanya gambaran konsumerisme di dalam anime ini yang tergambarkan dalam

(22)

dan keinginan menjadi hal yang sulit dibedakan karena adanya keinginan untuk

memperoleh status sosial dan hedonisme.

2.2 Kerangka Teori

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur kebudayaan yang terdapat

dalam anime Sen to Chihiro no Kamikakushi karya Miyazaki Hayao.

Konsep-konsep teoretis yang digunakan adalah sebagai berikut:

2.2.1 Pengertian Kebudayaan

Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,

tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan

milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1983:140). Hal tersebut

berarti bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya

sedikit tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat yang tidak perlu

dibiasakan dengan belajar, yaitu hanya beberapa tindakan naluri, beberapa refleks,

beberapa tindakan akibat proses fisiologi, atau kelakuan membabi buta. Bahkan

berbagai tindakan manusia yang merupakan kemampuan naluri yang terbawa

dalam gen bersama kelahirannya (seperti makan, minum, atau berjalan dengan

kedua kakinya), juga dirombak olehnya menjadi tindakan berkebudayaan.

Manusia makan pada waktu-waktu tertentu yang dianggapnya wajar dan

pantas, ia makan dan minum dengan alat-alat, cara-cara dan sopan santun atau

protokol yang sering kali sangat rumit, harus dipelajarinya dahulu dengan susah

payah. Manusia berjalan tidak hanya menurut wujud biologisnya yang telah

(23)

prajurit, berjalan dengan gaya lemah lembut, berjalan seperti peragawati dan

sebagainya, yang semuanya harus dipelajarinya dahulu (Koentjaraningrat,1983:

144).

Sedangkan kebudayaan dibagi menjadi tiga wujud. Wujud pertama adalah

wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difoto.

Lokasinya ada dalam kepala atau dengan perkataan lain, dalam alam pikiran

warga masyarakat tempat kebudayaan tersebut hidup. Ide dan gagasan manusia

banyak yang hidup bersama dalam masyarakat, memberi jiwa kepada masyarakat

itu. Gagasan itu satu dengan yang lain selalu berkaitan menjadi suatu sistem. Para

ahli antropologi dan sosiologi menyebut sistem ini sebagai sistem budaya atau

cultural system. Dalam bahasa Indonesia terdapat juga istilah lain yang sangat

tepat untuk menyebut wujud ideal dari kebudayaan ini, yaitu adat atau adat

istiadat untuk bentuk jamaknya (Koentjaraningrat 1982:5).

Wujud kedua dari kebudayaan berupa sistem sosial atau social system,

mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari

aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, dan bergaul satu sama

lain dari waktu ke waktu yang selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan

adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia dalam suatu masyarakat,

sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa

diobservasi, difoto dan didokumentasikan (Koentjaraningrat 1982:6)

Wujud terakhir dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik. Berupa seluruh

(24)

Sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda dan hal-hal yang dapat diraba,

dilihat, dan didokumentasikan (Koentjaraningrat 1982:6).

Ketiga wujud kebudayaan tersebut, dalam kenyataan kehidupan masyarakat

tentu tidak terpisah satu dengan yang lain. Kebudayaan dan adat istiadat mengatur

dan memberi arah kepada manusia. Baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun

tindakan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya.

Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang

makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga

mempengaruhi pola-pola perbuatannya, bahkan juga cara berpikirnya.

2.2.2 Unsur-unsur Kebudayaan

Menurut konsep Malinowski dalam Koentjaraningrat (1985:102), menjelaskan

bahwa dalam semua kebudayaan di dunia memiliki tujuh unsur universal, yaitu,

sistem sosial, sistem mata pencaharian hidup, sistem peralatan hidup dan

teknologi, religi, bahasa, sistem pengetahuan, dan kesenian.

2.2.2.1 Sistem Sosial

Organisasi sosial atau sistem sosial merupakan unsur inti yang dibentuk oleh

manusia sebagai makhluk yang hidup bersama-sama untuk mencapai tujuan yang

tidak dapat dicapai secara individual (Alfan, 2013:117). Dengan demikian, sistem

ini muncul karena kesadaran bahwa manusia diciptakan dengan kelebihan dan

kekurangan masing-masing sehingga timbul rasa untuk bersatu dan berorganisasi.

Sistem sosial memiliki beberapa fungsi pokok yaitu fungsi identitas, sebagai

(25)

individu yang berada dalam sistem sosial tertentu, fungsi pembelajaran yaitu

dengan adanya struktur sosial individu dapat belajar melalui interaksi yang terjadi

di dalamnya (Koentjaraningrat, 1983:349).

Dalam budaya Jepang, masyarakat Jepang mengenal sistem sosial Uchi dan

Soto. Uchi secara harfiah berarti rumah, juga mengacu pada arti bagian dalam dari

suatu kelompok. Soto berarti luar, yang mengacu pada bagian luar dari kelompok.

Orang Jepang secara umum menempatkan dirinya di suatu titik, titik terdekat dari

dirinya hingga suatu batas tertentu disebut Uchi, sedangkan yang di luar disebut

Soto.

Menurut Karns dalam Izarina (2012:88) orang Jepang mempunyai

kecenderungan untuk melihat semua dalam kelompok-kelompok. In group (dalam

kelompok dan out group (di luar kelompok). Orang Jepang adalah dalam (uchi)

dan orang asing adalah luar (soto).

Menurut Davies dan Ikeno dalam Izarina (2012:89) pembagian ini

merefleksikan cabang dasar dalam pola pikir orang Jepang yang juga dikenal

dengan Uchi-Soto. Kata uchi bisa didefinisikan sebagai di dalam, rumahku, grup

yang kita miliki, suamiku, atau Istriku. Sebaliknya, soto berarti luar, di luar,

kelompok lain, di luar rumah. Meskipun pembagian seperti ini bisa dilihat di

belahan dunia yang lain, tetapi konsep ini fundamental dan menyebar di seluruh

Jepang. Selain itu, mempunyai pengaruh hebat di masyarakat Jepang. terutama

(26)

Masyarakat Jepang mempunyai karakter yang berbeda jika dibandingkan

dengan karakter masyarakat Indonesia. Kebudayaan Jepang lebih berorientasi

kepada kelompok. Seperti yang dikemukakan oleh Katz,

“Japan’s culture is strongly group oriented. Individual preferences are less important than having a sense of belonging to a group, conforming to its norms, and maintaining harmony among its members, who are expected to develop an intense loyalty to the group as a whole” (2008:1).

“Kebudayaan Jepang secara kuat berorientasi kepada kelompok. Pendapat individu tidak terlalu penting jika dibandingkan dengan rasa kepemilikan suatu kelompok, penyesuaian diri dengan norma-normanya, pembentukan suatu harmoni diantara para anggota, yang diharapkan akan mengembangkan rasa kesetiaan yang terus menerus kepada suatu kelompok secara keseluruhan” (2008:1).

Dalam interaksi orang Jepang, terdapat perbedaan sikap dan perilaku

seseorang terhadap orang lain yang bukan anggota Uchi-nya. Sehingga

menimbulkan dinding pembatas yang membuat seseorang sulit bergaul dengan

orang lain. Orang Jepang jarang bersikap terbuka kepada orang lain, kecuali pada

orang terdekat, seperti sahabat atau anggota keluarga.

Hal tersebut juga berlaku pada sistem sosial dalam suatu perusahaan. Dalam

perusahaan Jepang, terdapat tingkatan Uchi-Soto yang mengatur perilaku orang

Jepang. Misalnya, seseorang bekerja pada suatu perusahaan, maka orang-orang

yang bekerja dalam perusahaan yang sama dengannya akan dianggap sebagai

Uchi, dan Soto untuk orang-orang di luar perusahaan. Demikian halnya, orang

tersebut berada di divisi A dalam perusahaan yang sama, maka orang di dalam

divisi tersebut dianggap Uchi sedangkan orang di luar divisinya yang masih dalam

(27)

Sistem Uchi-Soto tersebut akan mempengaruhi sikap formal dan informal

seseorang dalam suatu perusahaan. Sikap ini berkaitan dengan penggunaan keigo

(bahasa sopan), bahasa tubuh, spontanitas, dan terjaganya rahasia perusahaan.

2.2.2.2 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

Teknologi terhitung antara sikap dan hasil budaya yang penting berdasarkan

pengetahuan alam, teknik bertujuan untuk memanfaatkan sumber-sumber alam

agar menghasilkan makanan, perumahan, komunikasi, dan hal-hal lain yang

diperlukan untuk derajat hidup layak (Alfan, 2013:97).

Koenjtaraningrat (1983:345) secara garis besar berpendapat bahwa teknologi

ialah cara manusia memproduksi, memakai, dan memelihara segala peralatan

hidup dari suatu suku bangsa. Teknologi tradisional meliputi beberapa macam

sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang dipakai oleh manusia yang

hidup dalam suatu masyarakat yaitu:

a. Alat-alat produktif

yaitu alat-alat untuk memudahkan dalam melaksanakan suatu pekerjaan

atau produksi, mulai dari alat sederhana sampai yang kompleks seperti alat

pengolah makanan, alat untuk menenun, dan mesin-mesin produksi.

b. Wadah

Merupakan alat dan tempat untuk menimbun, memuat, dan menyimpan

barang.

c. Alat-alat menyalakan api

Alat-alat yang digunakan untuk menyalakan api, baik untuk memasak

(28)

d. Makanan dan obat-obatan

Hasil yang sangat menarik dari sudut teknologi mengenai makanan adalah

cara-cara mengolah, memasak, dan menyajikan makanan. Dalam berbagai

kebudayaan di dunia ada dua macam cara memasak, yaitu dengan api dan

dengan cara memakai batu-batu panas.

e. Pakaian

Pakaian merupakan benda kebudayaan yang sangat penting untuk hampir

semua suku bangsa di dunia. Pada umumnya pakaian dihasilkan dari cara

memintal dan menenun. Ditinjau dari sudut fungsi dan pemakaiannya,

pakaian dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu sebagai alat untuk

menahan pengaruh dari alam sekitar, sebagai lambang keunggulan dan

gengsi, sebagai lambang yang dianggap suci, serta sebagai perhiasan

badan.

f. Tempat tinggal

Berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan

prasarana lingkungan. Pada jaman dahulu, tempat tinggal berfungsi

sebagai tempat berlindung dari cuaca alam maupun dari hewan buas.

g. Alat-alat transportasi

Sejak jaman dahulu, manusia mempunyai kecenderungan untuk

mempermudah mobilitas dari suatu tempat ke tempat lain yang mereka

tuju. Alat transportasi ini bisa berfungsi untuk mengangkut manusia,

(29)

2.2.2.3 Sistem Mata Pencaharian Hidup

Setiap suku bangsa maupun individu manusia di dunia memiliki sistem mata

pencaharian hidup sehari-hari sebagai sasaran memperoleh makanan dan

penghasilan ekonomi lainnya. Menurut Alfan (2013:92-93) dalam kerangka

kebudayaan, ekonomi meliputi perilaku dan lembaga-lembaga yang

melaksanakannya dalam bidang produksi, konsumsi keperluan hidup manusia

berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya, termasuk kebutuhan

pelayanannya.

Bakker dalam Alfan (2013:93) melihat bahwa lapangan ekonomi lazimnya

dibagi dalam tiga sektor yaitu, pertama, sektor primer mencurahkan tenaga

ekstraksi, yaitu menghasilkan bahan mentah dari alam dan dari kehidupan bumi,

laut, dan angkasa. Pekerjaan in terdiri dari pertambangan, pertanian, peternakan

dan perikanan. Kedua, sektor sekunder mengolah bahan mentah yang diproduksi

dalam sektor primer dan meliputi industri, kerajinan dan pembangunan. Ketiga,

sektor tersier meliputi segala macam pelayanan kepada masyarakat. Secara

optimal, sektor ini terdiri atas six sevice standard, yaitu pencarian, distribusi dan

komunikasi, hukum dan keamanan, pendidikan dan perguruan, kesehatan,

kesenian, dan hiburan.

Di Jepang, mata pencaharian penduduknya beraneka ragam. Tetapi sejak dulu

mata pencaharian pokok masyarakatnya adalah bertani sawah. Dan ketika Jepang

memasuki periode modern, sumber mata pencaharian pokok masyarakatnya

(30)

pada masyarakat Jepang sejak permulaan periode Yayoi pada tahun 300 SM

(Rahmah, 2013:5).

Bagi orang Jepang, beras bukan hanya sekedar bahan makanan, tetapi sudah

menjadi bagian yang digemari dan menjadi bagian yang menyatu dalam

kehidupan orang Jepang. Hampir separuh dari lahan yang dapat ditanami,

dipergunakan untuk menanam padi. Para petani Jepang sangat efektif mengolah

tanah garapannya. Pada musim panas, mereka menanam padi, sedangkan pada

musim dingin, tanah tersebut ditanami buah-buahan, umbi-umbian dan sebagainya.

Oleh karena Jepang merupakan daerah pegunungan, selain hasil pertanian, hasil

hutan juga merupakan salah satu sumber mata pencaharian tradisional masyarakat

Jepang. Kemudian mata pencaharian lainnya yang juga relatif kecil adalah

perikanan. Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi lautan yang menyimpan

banyak hasil laut memberikan kemudahan pada masyarakat Jepang untuk

mengeksploitasi hasil lautnya (Rahmah, 2013:5).

2.2.2.4 Religi

Menurut Haviland dalam Alfan (2013:104) agama atau religi adalah kepercayaan

dan pola perilaku yang diusahakan oleh manusia untuk menangani

masalah-masalah penting yang tidak dapat dipecahkan dengan menggunakan teknologi dan

teknik organisasi yang diketahuinya. Untuk mengatasi keterbatasan itu, manusia

berpaling pada kekuatan supranatural.

Sedangkan Koenjtaraningrat (1990:80) berpendapat bahwa sistem religi

(31)

Pertama, emosi keagamaan (religious emotion) adalah getaran jiwa yang

pernah menghinggapi seorang manusia dalam hidupnya, walaupun getaran itu

hanya berlangsung beberapa detik untuk kemudian menghilang.

Kedua, sistem keyakinan dalam keagamaan yang dapat berwujud pikiran dan

gagasan manusia, yang menyangkut keyakinan dan konsepsi manusia tentang

sifat-sifat Tuhan, wujud alam gaib, terjadinya alam dan dunia, zaman akhirat,

wujud dan ciri-ciri kekuatan supranatural; dewa nenek moyang, dewa alam, dewa,

dewa jahat, hantu dan makhluk halus lainnya. Selain itu, sistem keyakinan juga

menyangkut sistem nilai dan sistem norma keagamaan, ajaran kesusilaan, dan

dajaran doktrin religi lainnya yang mengatur tingkah laku manusia.

Ketiga, upacara keagamaan atau ritus yang berwujud aktivitas atau tindakan

manusia dalam melaksanakan persembahan terhadap Tuhan, dewa-dewa, dewa

nenek moyang, dan makhluk halus lainnya dalam upaya untuk berkomunikasi

dengan Tuhan atau penghuni dunia gaib lainnya. Hal ini dapat dilakukan

berulang-ulang, setiap hari, setiap musim, atau hanya sesekali. Berdasarkan isis

acaranya, ritus biasanya terdiri atas kombinasi yang merangkai satu tindakan atau

beberapa tindakan, seperti berdoa, bersujud, bersaji, berkorban, makam bersama,

menari, bernyanyi, berpuasa, berprosesi, berseni drama suci, bertapa, dan

sebagainya.

Sistem religi atau agama di Jepang sebagian besar adalah Shinto, Budha, dan

Kristen. Namun bila dihubungkan dengan mitologi Jepang, ajaran Shinto lebih

(32)

masyarakat Jepang, bersumber pada Kojiki dan Nihonshoki. Agama ini muncul

sebelum adanya agama Budha di Jepang. Ismatulloh mengemukakan,

“Shinto adalah sebuah kata yang dipakai untuk mewakili kepercayaan tradisional orang Jepang terhadap dewa dan dewi. Ajaran Shinto juga menjadi pedoman bagi orang Jepang dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya. Shinto adalah kepercayaan asli orang Jepang. Sebelum diberi nama, Shinto sudah menjadi kultus masyarakat Jepang sebagai kegiatan ritual sehari-hari sebagai bagian dari hidup mereka. Mulai tumbuh kesadaran masyarakat Jepang untuk mempelajari tradisi dan sejarah mereka sendiri” (2014:5).

Tidak seperti ajaran agama lain, Shinto tidak memiliki pendiri, kitab suci, dan

tidak memiliki ajaran yang terorganisir. Shinto sepenuhnya berdasar pada

mitologi dan cerita-cerita kuno yang bersumber pada Kojiki dan Nihon Shoki

(Beasley, 2003:20).

Dalam ajaran Shinto yang meyakini banyak sekali dewa, setiap elemen

kehidupan terdapat dewa di dalamnya. Bagi orang Jepang, semua fenomena alam

baik yang hidup maupun yang tidak hidup bahkan benda buatan manusia akan

dianggap memiliki potensi untuk dianggap hidup bila mereka meyakini ada

kekuatan gaib dalam benda-benda tersebut. Dengan kata lain, orang Jepang secara

sederhana menganggap benda-benda tersebut memiliki ruh atau spirit.

Chamberlain dalam Beasley (2003:3) menjelaskan, mitologi dalam Kojiki

bermula ketika kekacauan mulai memadat, tetapi kekuatan dan bentuk belum lagi

menampakkan diri. Setelah itu, ketika dataran tinggi surga bergumpal dan

memadat, muncul dewa-dewi yang menurunkan Izanagi dan Izanami, laki-laki

dan perempuan pencipta pulau-pulau Jepang. mereka juga pencipta suatu generasi

dewa dan dewi, di antaranya dewi matahari Amaterasu, dewa bulan Tsukiyomi,

(33)

Dikisahkan bahwa Izanami, ketika sedang melahirkan dewa api Kagutsuchi,

mati karena luka bakar yang dideritanya. Dengan hati hancur, Izanagi ke dunia

bawah dan bersikeras hendak menengok Izanami. Namun, didapatinya Izanami

sudah membusuk. Karena ini menjadikan Izanami sumber penyakit menular dan

karena itu tabu, Izanagi lari tunggang langgang, dan berusaha membersihkan diri

dengan mandi air suci (misogi). Dan ketika ia sedang mandi, Amaterasu lahir dari

mata kirinya, Tsukiyomi lahir dari mata kanannya, dan Susanoo lahir dari

hidungnya.

Dari tindakan penyucian yang dilakukan oleh Izanagi, kepercayaan Shinto

juga melakukan hal yang sama. Dalam Shinto dikenal istilah Harae yaitu upacara

pengusiran dewa-dewa jahat, sedangkan Misogi lebih dikenal dengan upacara

penyucian diri dari hal-hal yang kotor, atau dalam ajaran Shinto disebut Kegare.

Ada juga istilah Imi yang merujuk pada pantangan atau sesuatu yang tidak boleh

dilakukan.

Menurut Masatoshi dalam Hady (2007:11) menjelaskan tentang pengertian

Harae, Misogi, dan Imi. Yaitu:

1. Harae adalah istilah umum yang dipakai oleh upacara pembrsihan Shinto.

Fungsi dasar harae adalah upacara pembersihan untuk mempersiapkan

peserta upacara sebelum bertemu dengan dewa. Dalam harae juga terdapat

ritual penebusan dan hukuman bagi pelanggaran terhadap sesuatu yang

(34)

2. Misogi adalah ritual pembersihan Shinto. Arti dari kata misogi sendiri

adalah ritual pembersihan tubuh dengan menggunakan air untuk

menghilangkan segala kekotoran baik secara fisik maupun spiritual.

3. Imi adalah ritual untuk menjauhi segala benda, orang, tempat, waktu,

kegiatan, atau kata yang dianggap keramat. Konsep imi bisa dikatakan

berhubungan erat dengan suatu gagasan ketidaksucian (kegare), salah satu

contohnya adalah pantangan tradisional yang meliputi kelahiran dan

kematian. Ada juga imikotoba yang merupakan sebuah pantangan dalam

kata dan ekspresi. Selain imikotoba, ada juga pantangan terhadap angka.

2.2.2.5 Bahasa

Bahasa merupakan sistem komunikasi yang menggunakan suara yang

dihubungkan satu sama lain sehingga memiliki arti (Alfan, 2013:98). Menurut

Haviland dalam Alfan (1993:98) bahasa terbagi menjadi dua bagian yaitu bahasa

yang menggunakan suara dan “bahasa tubuh” yang tidak menggunakan suara.

Menurut Koentjaraningrat (1983:339) bahasa merupakan sistem lembaga

terpenting bagi manusia, baik secara lisan maupun tulisan untuk berkomunikasi

antar individu.

Menurut Alfan (1993:99-101) dalam berkomunikasi manusia tidak hanya

membutuhkan komunikasi verbal, tetapi juga dibutuhkan ekspresi wajah, gerak

tangan, gerak tubuh, cara berbicara ataupun nada suara yang disebut bahasa tubuh

(35)

2.2.2.6 Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang

berbeda sehingga memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula,

sehingga perlu disampaikan agar yang lain mengerti. Perkembangan ilmu

pengetahuan sangat berpengaruh terhadap pola perilaku masyarakat setempat.

Sejalan dengan perkembangan manusia, setiap orang, kelompok, suku, bangsa,

berlomba untuk menciptakan segala ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem ilmu

pengetahuan dan teknologi merupakan suatu gagasan, konsep yang dikembangkan

dari seperangkat pengetahuan yang mampu melahirkan karya ciptaan baru.

Misalnya, teknologi sederhana (kapak batu, beliung, panah, busur, perahu sampan,

dan lain-lain), lahir dari inspirasi lingkungan yang memberikan pemahaman dan

pengetahuan serta mampu menyadarkan manusia untuk terus menyesuaikan diri

dengan situasi mereka. Adapun secara modern, teknologi lahir dari

gagasan-gagasan yang dilengkapi dengan peralatan modern (produk industri) sehingga

tercipta teknologi modern, seperti televisi, pesawat, mobil, dan sebagainya (Alfan,

1993:94)

Sistem pengetahuan dalam suatu kebudayaan, merupakan suatu uraian tentang

cabang-cabang pengetahuan. Tiap suku bangsa di dunia biasanya mempunyai

pengetahuan tentang alam sekitarnya, alam flora dan fauna di daerah tempat

tinggalnya, zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya, tubuh

manusia, sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia, ruangan dan waktu

(36)

2.2.2.7 Kesenian

Menurut Alfan, kesenian merupakan hasil karya manusia yang di dalamnya

memuat nilai-nilai yang diutarakan melalui pertunjukan. Kesenian, keindahan,

estetika, mewujudkan nilai rasa dalam arti luas dan dapat diwakili dalam

kebudayaan lengkap (2013:115).

Kesenian adalah kompleks dari berbagai ide-ide, norma-norma, gagasan,

nilai-nilai, serta pertautan dimana kompleks aktivitas dan tindakan tersebut berpola dari

diri manusia itu sendiri dan pada umumnya berwujud berbagai benda-benda hasil

ciptaan manusia (Koenjtaraningrat,1983:380).

Kesenian Jepang pada masa lalu, sangat terpengaruh Cina dan Korea. Sejak

masuknya agama Budha dari Cina yang dibawa oleh Korea ke Jepang, tidak

banyak perbedaan dalam seni rupa di Jepang. Beasley (2003:67) mengatakan,

agama Shinto melarang dewa dan pendeta dilambangkan, baik dalam bentuk

lukisan atau patung. Akibatnya, lukisan manusia sangat diwarnai oleh tradisi

Budha atau Cina. Lukisan-lukisan digunakan untuk menghiasai dinding-dinding

Biara yang dibuat dengan cat minyak di atas kayu cemara berpernis dan

patung-patung Budha diletakkan di dalam Biara untuk pemujaan. Lukisan-lukisan dinding

terdiri atas empat bagian utama, masing-masing menggambarkan surga dalam

hubungan dengan Budha, dan lukisan wajah para bodisatwa dan para penjaga

surga.

Musik, yang erat kaitannya dengan tari juga bergaya Cina. Beasley (2003:70)

mengatakan bahwa pemain musik menurut catatan datang ke Jepang dari daratan

(37)

diketahui apa yang mereka mainkan. Pada abad ke-7, sejenis drama tari yang

dinamakan gigaku yang berasal dari Cina, dibawa ke Jepang oleh orang-orang

Korea. Para penari menggunakan topeng, menurut kacamata orang Cina, mereka

memiliki hidung panjang dan ekspresi wajah mereka seperti ekspresi wajah yang

dilukiskan pada patung-patung dan lukisan-lukisan dewa jahat menurut agama

Budha. Tarian mereka diiringi oleh suling, canang dan gendang. Tetapi,

pertunjukan gigaku tidak lagi ada setelah abad ke-7, tidak banyak yang diketahui

mengenai tari atau musiknya, sehingga tidak kita tidak yakin dapat mengenali

ciri-cirinya.

Berbeda dengan gigaku, gagaku yang merupakan musik pengiring dalam

pertunjukan bugaku masih dimainkan dan dipertunjukkan di istana raja dan dalam

upacara-upacara tertentu. Para pemain dipilih oleh kantor musik kerajaan di

periode Heian, terdiri atas laki-laki yang mengenakan pakaian yang sangat mewah

berwarna merah dan hijau. Orkes terdiri dari alat musik pukul, tiup, dan dawai

yang temponya sangat lambat.

Hal diatas menunjukkan betapa banyaknya pengaruh Cina dan Korea pada

seni dan budaya Jepang. Bersama-sama pengaruh Cina dan Korea menciptakan

tradisi klasik Jepang, yang ternyata sangat dalam dan bertahan lama. Meskipun

demikian, ketika hubungan dengan Cina menjadi tidak resmi setelah abad ke-10,

pengaruh ide dan gaya Cina tidak lagi terlalu kuat di Jepang, dan ini membuka

ruang bagi ide dan gaya dari sumber-sumber lain. Pada tahap ini Jepang

(38)

Pada tahun 1069, lukisan dinding di kuil Horyuji, lebih menampakkan khas

Jepang dan tidak selalu diilhami Budha, salah satunya adalah lukisan yang

berkisah tentang kehidupan pangeran Shotoku. Pada Abad ke-12, Jepang sudah

mempunyai pelukis potret, Fujiwara Takanobu yang melukis tokoh-tokoh istana

yang hidup sezaman dengannya. Potret yang dihasilkannya, konon dilukis dari

contoh hidup, menakjubkan rekan-rekannya karena mirip sekali dengan asli, dan

gayanya kemudian menjadi patokan dalam lukisan potret orang-orang ternama

dlam periode Kamakura, Muromachi, dan Edo (Beasley, 2003:131).

Dalam seni pertunjukan, seni pentas panggung di Jepang merupakan

perpaduan tarian, drama, dan musik. Terdapat beberapa seni pentas tradisional,

diantaranya yang sangat terkenal ada 3 yaitu Noh, Kabuki, dan Bunraku. Noh,

merupakan bentuk teater musikal tertua di Jepang yang mulai berkembang ke-14.

Drama pentas ini ditata sederhana, pemainnya menggunakan topeng, sambil

melantunkan kata-kata dengan gerakan tari yang lambat. Noh, dimainkan dengan

iringan musik di atas panggung yang dibangun dari hinoki (kayu cemara) dengan

latar belakang kagami ita yaitu lukisan pohon pinus.

Kabuki adalah sebuah bentuk teater klasik Jepang yang berkembang pada abad

ke-1. Ciri khas Kabuki berupa irama kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh

para aktor, kostum yang super mewah, make up yang mencolok, serta penggunaan

peralatan mekanis untuk membuat efek-efek khusus di panggung. Kepopuleran

kabuki, membuat kelompok kabuki bisa memiliki gedung pertunjukan teater

(39)

penjelasan tentang pergantian waktu ditandai dengan pergeseran layar sewaktu

terjadi pergantian adegan.

Bunraku yang menjadi populer pada akhir abad ke-16, merupakan jenis teater

boneka yang dimainkan dengan iringan nyanyian bercerita dan musik yang

dimainkan dengan shamisen.

2.2.3 Mitologi Jepang

Istilah mitologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang bentuk

sastra yang mengandung konsepsi dan dongeng suci mengenai kehidupan para

Dewa dan makhluk halus di suatu kebudayaan. Mitologi terkait dekat dengan

legenda dan cerita rakyat. Tidak seperti mitologi, pada cerita rakyat, waktu dan

tempat tidak spesifik dan ceritanya tidak dianggap sebagai sesuatu yang suci yang

dianggap kebenarannya. Sedangkan legenda, meskipun kejadiannya dianggap

benar, pelaku-pelaku dalam legenda adalah manusia bukan dewa atau monster

seperti yang terdapat dalam mitologi.

Menurut Beasley (2003:2), dalam mitologi Jepang, hampir seluruhnya

berdasarkan pada cerita yang terdapat dalam Kojiki dan Nihonshoki. Kojiki dan

Nihonshoki berisi tentang mitos dan sejarah terciptanya pulau-pulau di Jepang,

serta awal mula kemunculan leluhur kaisar-kaisar Jepang. Dalam kata lain,

mitologi Jepang sebagian besar berkisar pada berbagai Kami penghuni

Takamagahara (Dataran Tinggi Surga). Beberapa figur mitologi Jepang adalah

Izanagi, Izanami, Amaterasu, Susanoo, dan Tsukiyomi. Figur-figur ini yang pada

(40)

dipenuhi dengan beberapa makhluk-makhluk legenda supranatural, seperti Kappa,

Tengu, Kitsune, dan Tsuchinoko. Pada zaman modern ini, figur-figur mitologi ini

terkadang diadaptasi menjadi karakter dalam media tayang, salah satunya adalah

anime.

2.2.4 Pengertian Anime

Anime ( ) adalah animasi dari Jepang yang digambar dengan tangan

maupun menggunakan teknologi komputer. Kata anime merupakan singkatan

animation dalam bahasa inggris, yang merujuk pada semua jenis animasi. Di luar

Jepang, istilah anime digunakan secara spesifik untuk menyebutkan segala

animasi yang diproduksi di jepang. Anime sebenarnya adalah salah satu bentuk

format seni, namun disalahartikan sebagai genre (Budianto, 2015:179).

Dalam bahasa Jepang, anime merujuk pada format animasi dari seluruh dunia.

Sementara pada bahasa Inggris, anime berarti animasi bergaya Jepang atau

animasi yang diproduksi di Jepang. pembuat anime disebut animator. Para

animator bekerja di sebuah perusahaan media untuk memproduksi sebuah anime.

Di dalam sebuah perusahaan media, terdapat beberapa animator yang

bekerjasama untuk menghasilkan anime yang berkualitas. Teknologi Computer

Graphics, teknologi Visual Komputer, dan sebagainya telah mempermudah

pembuatan anime saat ini. Karena itu, ada yang menganggap bahwa kualitas

artistiknya lebih rendah dibandingkan anime masa lalu. Namun tidak bisa

(41)

dilihat dan lebih mudah dimengerti karena gambarnya lebih proporsional dan

warnanya lebih bagus.

2.2.5 Sinopsis Anime Sen to Chihiro no Kamikakushi

Sen to Chihiro no Kamikakushi 千 千尋 神隠 adalah animasi yang

diproduksi pada tahun 2001 yang disutradarai oleh Miyazaki Hayao di rumah

produksi Studio Ghibli.

Sen to Chihiro no Kamikakushi menceritakan tentang seorang anak

perempuan berusia sepuluh tahun bernama Ogino Chihiro yang pindah ke kota

lain bersama kedua orang tuanya. Dia tidak begitu senang dengan rencana

kepindahan tersebut dan mengeluh tentang semuanya yang akan mempengaruhi

dirinya, termasuk sekolah barunya. Ketika sedang mencari rute yang lebih dekat

dengan rumah baru mereka, ayah Chihiro mengendara ke jalan kecil yang

berakhir di sebuah bangunan misterius. Orang tua Chihiro penasaran dan masuk

ke dalam bangunan tersebut.

Di sisi lain, mereka menemukan bangunan yang mereka asumsikan sebagai

taman bermain yang sudah ditinggalkan, yang nantinya diketahui oleh Chihiro

bahwa sebenarnya tempat itu adalah perbatasan antara dunia manusia dan dunia

arwah. Ketika melewati sungai, mereka mencium aroma makanan dan

menemukan sebuah desa yang penuh dengan restoran. Meskipun tidak ada

seorangpun di tempat itu, meja-meja di sana penuh dengan makanan. Orang tua

Chihiro langsung mengajak Chihiro makan meskipun tidak tahu dimana pemilik

(42)

memakan makanan tanpa ijin, berlari meninggalkan orang tuanya dan menemukan

sebuah jembatan yang menuju ke tempat pemandian yang besar.

Di tempat itu, Chihiro bertemu dengan seorang dewa atau kami yang bernama

Haku. Haku terkejut melihat manusia di tempat itu, dia memperingatkan agar

Chihiro pergi sebelum matahari terbenam. Namun sudah terlambat, matahari

sudah terbenam dan dan lampu-lampu pemandian mulai dinyalakan. Haku

menyuruh Chihiro menyeberangi sungai secepat mungkin, sedangkan dia akan

mengalihkan perhatian para arwah.

Saat Chihiro berlari ke tempat semula untuk mengajak orang tuanya kembali,

Chihiro mendapati orang tuanya berubah menjadi babi. Chihiro ketakutan dan

mencoba berlari ke mobil ayahnya. Tetapi padang rumput yang dia lewati saat

masuk, telah tenggelam dan berubah menjadi danau. Chihiro semakin bingung

saat dirinya berubah menjadi transparan. Haku memberi makan Chihiro dengan

makanan dari dunia arwah sehingga tubuh Chihiro dapat kembali sepeti semula.

Dia membantu Chihiro menyelinap ke pemandian umum milik Yubāba dan

memberi tahu Chihiro bahwa satu-satunya cara agar dapat hidup selamat di dunia

arwah adalah dengan bekerja di pemandian umum untuk menyelamatkan orang

tuanya.

Chihiro menuruti nasihat Haku dan menuju ke ruang pemanas dan meminta

sebuah pekerjaan pada Kamajī, seorang boiler man. Kamajī menolak Chihiro

sampai seorang pegawainya jatuh saat mengangkat batubara. Chihiro mengambil

batubara tersebut dan menaruhnya di pembakaran. Walaupun batubara tersebut

(43)

memutuskan untuk membantu Chihiro menemukan sebuah pekerjaan dengan

meminta seorang gadis bernama Rin untuk membawa Chihiro ke Yubāba, pemilik

pemandian umum tersebut.

Chihiro meminta ijin untuk bekerja pada Yubāba, namun berulang kali ditolak oleh Yubāba sampai akhirnya Yubāba menerima dengan syarat Chihiro

memberikan namanya ke Yubāba. Yubāba mengambil kendali nama Chihiro,

menaruh tanda tangan dalam kontrak dan hanya menaruh salah satu karakter nama

Chihiro di kertas kontrak. Karakter kanji dengan salah satu goresan dihilangkan

dan meninggalkan satu karakter kanji yang dibaca Sen. Dengan nama tersebut,

Chihiro ditugaskan menjadi asisten Rin.

Pagi berikutnya, saat para arwah berhenti dari aktivitas mereka, Haku

memperlihatkan kepada Sen bahwa orang tuanya di dalam kandang bersama

babi-babi lainnya. Haku memberi Sen baju lamanya dan kartu dari bingkisan selamat

tinggal dan bunga. Sen membaca kartunya dan mengingat namanya, jika dia tidak

bisa mengingatnya, maka dia tidak akan bisa pulang. Chihiro bekerja pada malam

hari, saat pemandian umum dibuka. Dalam usahanya menyelamatkan kedua

orangtuanya dan kembali ke dunia manusia, Chihiro dibantu oleh beberapa arwah

diantaranya Rin, Kaonashi, Zenība, termasuk Haku dan Kamajī. Pada akhirnya

(44)

33 BAB III

UNSUR KEBUDAYAAN DALAM ANIME SEN TO CHIHIRO NO

KAMIKAKUSHI KARYA MIYAZAKI HAYAO

3.1 Sistem Sosial

Sistem sosial adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Di

dalam anime ini terdapat interaksi sosial antar makhluk di sebuah pemandian

umum di dunia Kami. Pemandian umum disini merupakan wujud dari sebuah

perusahaan yang menawarkan jasa utama berupa pemandian air panas. Pemandian

umum tersebut dipimpin oleh seorang wanita tua yang bernama Yubāba.

: 持 い者 湯 ー 動物

千: 湯 ー ?

: 会 . 支配 魔女 .

Haku: Koko de wa shigoto wo motanai mono wa Yubāba ni doubutsu ni sareteshimau.

Sen to Chihiro no Kamikakushi, 19:28-19:33

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Yubāba adalah seorang penyihir yang berkuasa di dunia itu. Dengan kekuatan sihirnya, Yubāba bisa merubah siapapun

(45)

juga merupakan pemilik pemandian umum tersebut. Hal ini bisa dilihat dari

pernyataan Kamajī saat Sen bersikeras meminta pekerjaan padanya.

: 働 湯 ー 契約 自

行 運 試

Kamajī: Dono michi hataraku ni wa Yubāba to keiyakuse nyanaran. Jibun de itte un wo tameshina.

Kamajī : Jika kau mau bekerja, kau harus membuat kesepakatan

dengan Yubāba. Berusahalah dan coba keberuntungamu.

Sen to Chihiro no Kamikakushi, 29:41-29:48

Pernyataan Kamajī tersebut menjelaskan bahwa dia tidak bisa memberikan

pekerjaan begitu saja. Jika Sen ingin bekerja di pemandian umum, Sen harus

membuat kesepakatan dengan Yubāba selaku pemilik pemandian umum. Yubāba

memiliki otoritas penuh terhadap para pekerjanya, dia bisa seenaknya memerintah

semua pekerjanya, termasuk Sen. Semua perintah Yubāba harus dipatuhi oleh

seluruh pekerjanya. Hal tersebut bisa dilihat dari kutipan berikut.

(46)

Yubāba: oyame okyakusan ni sitsurei da yo.

Aniyaku : Rin dan Sen, Yubāba sama memanggil kalian! Sen : Baik!!

Yubāba: Dengar, ini pekerjaan pertamamu. Kau bawa tamu itu ke bak

mandi besar! Sen : ummm...tapi...

Yubāba: jika kau mengeluh, kau akan kujadikan batu bara!

Sen: ough...

Yubāba: Jangan bersikap tidak sopan pada tamu!

Sen to Chihiro no Kamikakushi, 58:52-59:29 Kutipan di atas menunjukkan bagaimana Yubāba memerintah Sen yang

merupakan pekerja baru di pemandian umum Yubāba. Otoritas Yubāba sebagai pemimpin ditunjukkan saat dia memberi pekerjaan pertama untuk Sen. Yubāba

sengaja menyuruh Sen melayani tamu yang sangat kotor. Sen tidak bisa menolak

perintah Yubāba karena sudah terikat kontrak. Bahkan, Yubāba mengancam akan

menggunakan sihirnya dan merubah Sen menjadi batubara jika Sen mengeluh

dengan pekerjaan tersebut. Meskipun begitu, Yubāba sangat sopan terhadap tamu

-tamunya. Hal ini terlihat saat Sen menutup hidungnya karena tamu tersebut sangat

bau. Yubāba melarang Sen melakukan hal itu karena dianggap tidak sopan

Yubāba: umm. Okashii ne kusare kami no kehai nanka jyanakattan da ga.

Kichimatta mono wa shikata ga nai. Omukae shi na!

Kounattara dekiru dake hayaku hikitotte morau shikanai yo.

(47)

Karena dia sudah disini apa boleh buat, cepat sambut dia! Jauhkan tamu lainnya dari sini secepat mungkin!.

Sen to Chihiro no Kamikakushi, 58:28-58:40

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Yubāba tidak ingin tamu-tamu yang lain

merasa tidak nyaman dengan bau busuk roh yang baru saja datang. Selain itu,

Yubāba tetap memerintahkan pekerjanya untuk menyambut tamu yang sangat bau

itu dengan pelayanan yang baik. Hal ini mencerminkan konsep uchi dan soto

dalam masyarakat Jepang.

Yubāba menggunakan kata-kata yang kasar dan cenderung mengancam pada

pekerjanya yang dia anggap sebagai uchi-nya. Sedangkan saat berbicara pada

tamu, Yubāba cenderung sopan agar tidak menyinggung peraaan tamu pemandian

umum yang dia anggap sebagai soto-nya.

湯 ー : …!

Chichiyaku: Kora... kaisha no mono da. Kitte ni toru na.

Yubāba: Shizuka ni oshi, okyaku sama ga mada oide nanda yo. Sen,

okyaku sama no jyama da. Soko wo ori na. Oodo wo kakena! Okaeri da!

Yubāba: umm...!

Minna: Butiran emas!

Chichiyaku: Itu milik perusahaan! Jangan diambil!

Yubāba: Tenanglah ! tamu kita masih ada bersama kita. Sen, kau

menghalangi jalan tamu kita. Pergilah dan buka pintunya!

(48)

Kutipan di atas memperlihatkan kesopanan Yubāba terhadap tamu pemandian umum. Yubāba memperingatkan pekerjanya agar tidak memperlihatkan

keserakahan mereka di hadapan tamu sehingga tamu tidak tersinggung. Setelah

tamu itu pergi, Yubāba tidak segan memuji Sen yang melakukan pekerjaan

dengan baik. Seperti pada kutipan berikut.

湯 ー : 千! 大儲 。

Sen to Chihiro no Kamikakushi, 01:05:52-01:06:17

Apresiasi Yubāba terhadap pekerjaan Sen ditunjukkan secara langsung di

hadapan pekerja lain. Yubāba sangat senang dengan hasil pekerjaan Sen karena

jika tamu-tamu yang datang ke pemandian umum merasa puas, maka Yubāba akan mendapat banyak keuntungan berupa emas. Disini dapat dilihat sifat Yubāba

yang oportunis.

Kaeru otoko: Yubāba sama, Sen desu. Yubāba: Osoi !

(49)

Nani wo guzu-guzu shite nandai!kono mamajya oozon da! Aitsu wo odatete shiboreru dake kin wo shiboridasan!

Kaeru otoko: Yubāba sama, Sen disini.

Yubāba: Dasar lambat!

Tuan, Sen sudah datang. Mohon tunggu sebentar.

Kenapa kau lama sekali! Ini benar-benar bencana besar! Layani dia dan ambil semua emas yang keluar darinya!

Sen to Chihiro no Kamikakushi, 01:31:24-01:33:03

Dari kutipan di atas dapat dilihat bagaimana sifat oportunis Yubāba. Saat Kaonashi mengamuk dan menginginkan Sen, Yubāba memanfaatkan Sen untuk

mengambil emas yang dikeluarkan oleh Kaonashi. Yubāba menggunakan bahasa

yang sangat sopan seperti penjilat kepada Kaonashi dan bahasa yang sangat kasar

kepada Sen dalam waktu yang bersamaan.

Interaksi lain yang terjadi di dalam anime ini adalah interaksi antar pekerja

pemandian umum. Seperti pada kutipan berikut.

ン: 人間 い ! い 大騒

Rin: Ningen ga iru jyan! Yabai yo. Sakki ue de ōsawagishitan da yo!

Kamajī: Washi no mago da. Rin: Mago?

Kamajī: Hatarakitai to iun da ga koko wa te ga taritoru. Ome Yubāba no toko e tsuretette kure neeka? Ato wa jibun de yaru darou.

Rin : manusia! kau dalam masalah! Mereka sedang mencarimu diatas.

Kamajī : dia cucuku.

(50)

Kamajī: dia bilang mau bekerja, tapi disini aku sudah mendapatkan apa yang kuperlukan. Maukah kau mengantarnya ke Yubāba? Dia bisa mengatasinya sendiri.

Sen to Chihiro no Kamikakushi, 29:14-29:39

Kutipan di atas menunjukkan keterkejutan Rin saat pertama kali melihat Sen.

Pernyataan Rin menjelaskan tentang ketidaksukaan para pekerja pemandian

umum terhadap manusia. Sehingga Kamajī berusaha melindungi Sen dengan

mengatakan bahwa Sen adalah cucunya dan meminta bantuan Rin untuk

mengantar Sen ke tempat Yubāba tanpa diketahui oleh pekerja lain.

ン: い 世話

Rin: Anta ne “hai” toka “osewaninarimasu” toka ienai no? Sen: A hai.

Rin: Donkusai ne hayaku oide. Sen: hai

Rin: Kutsu nan ka motte dou suru na sa! Kutsu shita mo! Sen: hai

Rin: Anta Kamajī ni orei itta no? Sewa ni nattan daro? Sen: uu... arigatou gozaimashita.

Kamajī: uddorakku.

Rin : Tak bisakah kau berkata “baik” atau “terima kasih karena merepotkanmu”?

Sen : aah baik!

Rin : Kau benar-benar lambat, cepat ikuti aku! Sen : Baik!

(51)

Rin : Tak maukah kau berterima kasih kepada Kamajī? Dia berusaha menolongmu kan?

Sen : ah..terima kasih banyak.

Kamajī: Good luck!

Sen to Chihiro no Kamikakushi, 29:45-30:16

Kutipan di atas menjelaskan bagaimana Rin mengajarkan sopan santun kepada

Sen. Rin menyuruh Sen mengucapkan terima kasih padanya karena bersedia

membantu Sen. Juga menyuruh sen berterimakasih kepada Kamajī yang berusaha

melindungi Sen. Kemudian Kamajī mengatakan “good luck” sebagai kata-kata

penyemangat untuk Sen. Hal ini merupakan sesuatu yang penting dalam

kehidupan sosial antar individu. Ucapan terima kasih menandakan rasa syukur

atas kebaikan yang diterima dan sebagai penghargaan bagi pemberi pertolongan.

3.2 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

Peralatan hidup dan teknologi yang muncul dalam anime ini menunjukkan

alat-alat yang sering digunakan oleh masyarakat Jepang. Namun ada beberapa hal

yang membedakan, yaitu penggunakan benda-benda magis dalam keadaan

tertentu.

3.2.1 Alat-alat Produktif

Gambar

gambar berikut.
Gambar diatas menunjukkan bagaimana Kamajī bekerja meracik bahan-bahan

Referensi

Dokumen terkait

Melalui birokrasi kolonial yang diterajui oleh pegawai-pegawai British dan golongan elit tempatan maka pihak British dapat meluaskan pengaruh mereka dalam bidang pentadbiran

· Menjelaskan penggunaan perangkat lunak pengolah kata sederhana untuk membuat situs web dengan bahasa HTML..

Keseluruhan  fenomena di  atas  menyiratkan  perlu  dilakukannya  usaha  yang  terus  menerus  dan tidak  berkesudahan  untuk  mengedukasi  dan  meningkatkan 

Hasil penelitian pada UKM di Kabupaten Jepara menunjukkan bahwa variabel hubungan pelanggan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan

Tepung jagung, susu skim, baking soda ditambahkan dalam campuran krim dan kuning telur kemudian dicampur dengan kecepatan rendah selama 5 menit sehingga dihasilkan adonan

Pendugaan umur simpan biskuit berbasis konsentrat protein ikan dan Spirulina platensis telah dipelajari dalam penelitian ini menggunakan metode akselerasi dengan

Pada Tabel 1nilai r 2 menunjukan angka 91% yang artinya bahwa produksi buah lokal tahunan 91% dipengaruhi oleh impor dan kebijakan perdagangan bebas dan sisa nya di

Adab saat membaca Alquran yaitu: menghadap kearah kiblat atau ke arah manapun , khusyu dan tenang, pakaian yang rapi dan menutup aurat, tidak boleh sedang mengunyah atau makan,